Monday, February 11, 2008

Eco-Pesantren

Secara umum, istilah ekologi mungkin sudah mulai banyak dikenal oleh khalayak umum. Meskipun demikian, banyak yang juga mensejajarkan istilah ekologi ini dengan lingkungan hidup. Sepengetahuan saya, ekologi tidak hanya sekedar lingkungan hidup tetapi ekologi lebih dari itu. Ekologi melihat bagaimana keseimbangan ekosistem itu terjadi. Ekosistem sedianya sudah seimbang sejak dulu kala, bahkan sebelum ego manusia muncul dengan upaya melakukan manipulasi terhadap lingkungan itu sendiri.

Nah, pesantren yang selama ini banyak dikenal masyarakat sebagai salah satu model pendidikan Islam yang berada dalam satu teritori dengan pucuk pimpinan tertinggi pada Kyai. Santri, Ustadz dan Kyai menjadi komponen pengisi kehidupan pesantren secara umum banyak ditemui. Lantas apa itu eco-pesantren? Bagaimana kata-kata eco (ecology) bisa disandingkan dengan kata pesantren di belakangnya? Apakah itu bukan bentuk dari budaya latah yang selama ini banyak menghinggap masyarakat kita?

Saya sendiri melihat bahwa eco-pesantren merupakan kata yang sangat tepat yang menggambarkan bagaimana pesantren berperan dalam banyak hal. Sebut saja penghargaan yang diperoleh Pondok Pesantren Pabelan, Pondok Pesantren An Nuqayah Guluk-Guluk, dan Pesantren Cipasung yang pada dasawarsa 80-an yang mendapatkan Kalpataru sebagai apresiasi pemerintah atas peran mereka dalam melakukan penghijauan dan mempertahankan kelangsungan lingkungan hidup.

Pesantren tentu tidak bisa dilepaskan dari nilai dan tradisi keislaman. Begitu mulianya tradisi ini sehingga menjadi panduan hidup yang dijalani oleh seluruh komponen didalam pesantren. Sebut saja, beberapa Pesantren di Jakarta meskipun didalamnya tumbuh bangunan yang menjulang, tetapi keasrian dan kearifan lingkungan tetap terjaga. Pola kehidupan yang terbangun didalamnya juga dirasa sangat menghargai alam.

Disaat sekolah konvensional banyak mengajarkan bagaimana muridnya menghargai lingkungan, pesantren melalui kata sakti sang Kyai sudah mengajarkan bahwa kebersihan dan penghargaan lingkungan menjadi salah satu bagian dari keimanan. Ini berarti bahwa bagi siapapun yang tidak menghargai lingkungan bahkan sampai merusaknya menandakan lemahnya keimanan mereka. Sebaliknya, semakin terjaganya ekosistem menggambarkan kuatnya iman mereka, minimal dengan upaya ini kesadaran bahwa lingkungan dan manusia menjadi satu kesatuan.

Proses belajar yang banyak dilakukan pesantrenpun tidak pernah terlepas dari alam. sejak dahulu, santri sudah dibiasakan menerima proses belajar mengajar dengan kondisi yang tidak pernah lepas dari alam bebas. Sebagian kecil saja proses belajar terjadi di dalam kelas sedangkan sisanya banyak mendorong interaksi dengan alam. Banyak juga pesantren yang menggunakan sepeda sebagai alat transportasi keseharian mereka, padahal disisi lain banyak masyarakat berlomba mengkoleksi kendaraan yang menggunakan bahan bakar.

Maka, pantaslah eco-pesantren menjadi padanan kata dari apa yang selama ini mereka lakukan. Tetapi, penulis beranggapan bahwa sejatinya sebelum istilah itu muncul, pesantren sudah melakukan gerakan-gerakan ekologi yang jauh sebelum aktivis mendengungkan isu ini. Ekologi sudah sebegitu melekat dalam keseharian kehidupan pesantren sehingga gerakan yang terjadi mampu mempengaruhi masyarakat sekitarnya.

Sudah saatnya kita melihat lebih mendalam budaya kita sendiri, budaya dan tradisi yang selama ini kita anggap pinggiran dan tidak pernah dilirik sekalipun. Selama ini kita silau dengan budaya kebarat-baratan yang ternyata berpotensi dalam merusak lingkungan. Kalau mau jujur, sesungguhnya model seperti ini lebih maju dua atau tiga langkah dari upaya MNC dalam menjaga lingkungan sebagai dalih partisipasinya setelah mengeksploitasi habis-habisan sumber daya alam dan lingkungan.

2 Comments:

Blogger Restu Bhumi Borobudur Homestay, Shop and Learning Center said...

Pemikiran visioner sang kyai disertai kegigihannya sejak memulai membangun sebuah pesantren hingga menjadi wujudnya seperti sekarang ini akhirnya mendapatkan lagi sebuah pemaknaan positif atas apa yang telah mereka kerjakan dan percayai.

Dan ternyata memang sangat jarang orang yang mengerti akan pentingnya dampak dari jihad yg telah/sdg mereka jalankan.

Sinopsis tesis yg menarik..maju teruss, pantang munduur!!

February 12, 2008 at 1:37 AM  
Blogger An Ismanto said...

Dengan sedikit menukil Marx, mungkin bisa dikatakan bahwa apa yang telah dilakukan oleh (eco-) pesantren adalah praksis dari teori. Dengan demikian, pesantren di samping berperan sebagai kekuatan batiniah juga menjalankan peran materialnya sebagai "environment warrior". Begitu, bung?

March 28, 2008 at 2:56 AM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home